Kamis, 06 November 2014

Pelangi Sore

16092014
#Pelangi sore

Meskipun hujan, di luar sana panas dan awan putih masih tebal.

Aku mengintip dari balik jendela. Suara-suara anak itu mengagetkanku.

"Ibu guru..." teriaknya dari belakang kantor. Aku hanya mengangkat tangan sebagai jawaban. Mereka, 3 anak SMP yang sedang berteduh di SD INP Isaima.

Aku kembali fokus pada ponselku, sibuk berdiskusi dengan teman-teman SM3T di BBM.

"Dah ibu guru." teriak mereka sambil melambaikan tangan. Lagi-lagi aku kaget dan hanya melambaikan tangan pada mereka yang selitar 20 meter dari rumah dinasku.

***
Hujan berhenti, aku berharap anak-anak kelas lima tak memaksakan diri datang les hari ini, aku memaklumi karena hari seluruh warga berduka atas kepergian kepala suku panglima perang.

Aku membuka gorden dan kembali duduk di bangku kayu dari sekolah. Sesekali memperhatikan ke pagar sekolah. Pukul 15:20 ada anak kecil bersama kakaknya bermain di sekitar sekolah. 5 menit kemudian seorang lagi berlari dan semakin banyak anak. Aku tersenyum senang tapi tak beranjak dari duduk.

Ku perhatikan anak-anak itu yang begitu ribut berbahasa ibu, bermain lompat tali dan bermain karet. Aku berpikir keras bagaimana bisa aku mengajar sesuai rencana jika murid bervariasi begini. Karena kemarin aku sudah mengajar 3 kelas golongan (mengenal huruf, mengeja, membaca), aku ingin fokus ke kelas 5.

Aku mengambil kunci kantor dan ruang-ruang kelas yang tergantung menjadi satu. Lalu melangkah berjinjit menuju mereka.

"Sore ibu guru."

"Sore." Jawabku duduk berjongkok di dekat dinding. Aku membiarkan mereka tetap bermain.

Lama berpikir aku memberikan pilihan pada mereka. "Ingin mau main atau belajar?" Semua diam berpikir.

"Kelas lima ada berapa? Yang Huma di Wosi siapa?"

6 orang kelas 5 mengangkat tangan dan setengah dari keseluruhan anak dari Wosi. "Siapa mau main?" Tidak ada yang menjawab lagi. "Siapa mau belajar?" tanyaku lagi.

"Saya ibu." suara seorang kelas 6 terdengar berteriak, namun dibantah oleh kelas 5 yang bernama Paska.

"Ya sudah. Kalian main saja ya, ibu menonton. Jadi sia-sia jalan kaki jauh-jauh datang dari Wosi." Ungkapku santai sambil senyum-senyum.

"Saya mau belajar ibu." Kata Mepia

"Saya juga." Kata Romina.

"Saya juga"

"Saya juga."

"Bagaiman ini Paska? Yang lain mau belajar."

"Saya juga mau." jawabnya tertunduk.

"Jadi kelas berapa yang mau balajar?"

"Semua ibu..." teriak mereka semua.

Aku menyuruh Paska membuka kantor dan mengambil kapur di atas mejaku. Anak-anak yang lain berkumpul di depan pintu kelas 4, tidak sabar ingin masuk kelas.

"Paska, kunci. Cepat." Teriak Edius.

"Hem..." tegurku.

"Maaf ibu."

"Ibu ada pelangi." tunjuk Edius. Aku melihat 2 pelangi membentang indah, pelangi bagian atas yang mulai menghilang.

"Ibu tidak foto." Mendengar saran itu membuatku tersenyum malu. Rupannya muridku sudah hapal kebiasaanku memotret pemandangan alam atau apa saja yang menurutku bagus. Aku mngeluarkan ponsel dan mengabadikan pelangi sore yang ke 4 ku saksikan selama 20 hari aku di Papua.

---
FB Nurmie

Tidak ada komentar:

Posting Komentar