Minggu, 14 September 2014

Wam (Babi)


Itu, Wam (Babi)
Di sini Wam berkeliaran hal biasa. Tapi jika menabrak Wam atau anjing dipastikan kamu akan terkena hukum adat (denda adat), yang katanya semaunya. Semaunya pemilik meminta berapa, bisa Wam bisa juga meminta uang dengan jumlah besar.
1 Wam besar bisa seharga 50 juta loh. Wam hal yang sangat berharga.
Bahkan Mama Maria pernah bertengkar dengan suaminya sehingga sang suami tidak sengaja melempar parang, meskipun tidak kena, keluarga Mama Maria diberi Wam oleh Bapak Weky (Suami) sebagai rasa bersalah.
Kasus lain. Anak sekolah berkelahi di lingkungan sekolah dan berdarah, orang tua akan menuntut. Meskipun tidak membayar dengan Wam tetapi sekolah memberikan sejumlah uang sebagai pertanggungjawaban. Hal lain, misalkan mandi atau mencuci di sumber air bersih yang mengalir dari gunung akan mendapat denda (kata Mana Maria)
--Jadi hindari yang namanya hukum adat, jangan sampai melanggar. Akan rugi besar.
Karena Wam dan anjing di sini berkeliaran, semua bagunan punya pagar yang terbuat dari kayu di susun berdiri, di ikat dengan bahan dari alam dan di atasnya diberi rumput karena lancip.
Selain itu Wam mereka dibuatkan kandang yang biasanya bersebelahan dengan rumah Honai atau dapur mereka.
Kandang Wam berbentuk panjang. Honai berbentuk bulat dan di dalamnya bertingkat, bagiku sangat gelap tapi hangat. Bagian bawah ada tempat perapian dan bagian atas tempat tidur mereka.

Me sedang menunjuk Wam dan Mama Maria
--sekian sekilas info, kapan-kapan disambung, hehe

Kamis, 11 September 2014

Prakondisi kelas Wamena (Jayawijaya). 19 08 2014

By : Nurmiati, S. Pd

---

Kabut pagi yang tebal tak menyurutkan semangat peserta SM3T. Berjalan beramai-ramai. Sekitar 55 sarjana muda dari berbagai universitas yang lulus jalur LPTK UNMUL terdiri dari 33 wanita. Aku dan ke 22 teman seperjuangan diangkatan ke IV ini di tempatkan di asrama, setiap pagi canda terlontar bersamaan melangkah pelan pasti perjalanan yang menanjak menuju gedung acara prakondisi yang disediakan pengurus.

Hari ini memasuki hari ke 6 prakondisi. Aku sengaja menggunakan jilbab kuning agar lebih ceria, karena mataku mulai berkantung. Ah, rasanya aku tidur dan bangun teratur, tapi tetap saja terganggu dengan berbagai hal terpikirkan. 

Seperti hari-hari sebelumnya, ruang kelas Jayawijaya lantai 3 ruangan paling belakang. Wah, hari ini menunya berbeda lagi. Dan sejauh ini aku tidak bermasalah apapun selama prakondisi kecuali penyampaian materi, terkadang mengantuk karena mulai jenuh....

Hari ini, tepat pukul 8 pagi seorang mengucap salam dan memasuki ruangan. Tidak terlalu tinggi dan  tidak juga tergolong pendek, wajahnya mulai menua namun masih terlihat bersahaja. 

Beliau tersenyum. Aku membalas meski tak yakin itu tertuju hanya untukku. Aku sekedar membalas karena aku sedang menatapnya, was-was sabil berharapan. Was-was karena aku sedang memikirkan hal lain nan jauh di sana. Berharap beliau tak akan menggunakan LCD atau hal kelompok, dll yang membosankan. Kami bercerita Toleransi, Norma, masalah-masalah serta penyelesaiannya jika sudah ada di daerah 3T.



--Dan bagiku pribadi hari ini yang paling menyenangkan dan enjoy, meski terkesan santai namun ada banyak pelajaran yang bisa dipetik. Bertanya, saling berkomentar, berpendapat, mendapat nasehat. Ketika mulai jenuh kami boleh menyanyikan lagu-lagu kebangsaan dan yel-yel yang telah didiskusikan tadi. Ada 4 yel-yel yang berbeda, intinya sih sama, untuk semangat dan berkreasi mengaja kekompakan juga.

Dua jam sebelum pulang malah kami saling bercerita pengalaman hidup atau sekedar berkomedi(?) di depan. Di sini kita bisa lebih kenal satu sama lain, antar peserta.

Jarum jam tangan beliau sudah menunjukan pukul 17.00 pertemuan berakhir.
Ini nukan perkuliahan yang minggu depan bertemu lagi atau di semester lainnya. Kami di bekali berbagai hal selama prakondisi agar kami benar-benar siap mengapdi dengan baik, tulus, dan mampu menyelesaikan permasalahan
Beliau menyampaikan penutup. Mengapresiasi tugas kami, beliau mengucapkan selamat dan menyalami peserta yang di depan. Kami yang di belakang ikut maju dan mencium tangan sebagai rasa hormat dan terima kasih.

"Amiiin....Thanks nasihat-nasehatnya pak. Thanks semuanya." ucapkan bergumam pelan.

Langit cerah mengiringin langkah kami kembali ke asrama. Beberapa menit aku dan teman-teman sekamar bercerita, langit mulai gelap di luar sana. Padahal aku ingin izin keluar asrama.

Setelah sholat, aku berpamitan agar mereka tau aku akan pergi kemana untuk tujuan apa. Langkah kecilku menusuri jalan pramuka 6 forum p&k. Blok C, inilah tempat kos tujuanku. 

" Assalamualaikum...." Tak ada jawaban.

"Qoqo?" Tak ada jawaban.

"Mimi?" Setelah beberapa menit.

Sesuai tujuan, aku mengeprint tugas RPP PKR yang akan dikumpulkan esok hari. Tak lama aku di sana, sekitar 1 jam, itupun karena kami saling bercerita beberapa kisah yang dilalui beberapa hari yang terlalui.

Tugasku usai sudah. Secara fisik. Peraktik sekilas sudah disimulasikan juga hari pemberian, dan kemarin juga dengan di wakili beberapa orang. Namun pembuktian sesungguhnya dari tugas ini adalah penerapan saat kami nanti di daerah 3T.

Ah, semakin tak sabar menuju Wamena. Menuju saudara sebangsaku. Mencerdaskan anak bangsa ini, memberikan yang terbaik untuk mereka.

"Wa wa wa..."

Kesan Pertama di Wamena

By : Nurmiati, S. Pd

---

Peserta SM3T UNMUL Angkatan IV Penempatan JAYAWIJAYA
Bersama dengan Sekretaris PPG -SM3T UNMUL, dan pak Bambang.
Wamena, 28 - 08 - 2014

Setelah pra kondisi selama 13 hari. Hari ini, 27 Agustus 2014 kami akan memulai perjalanan panjang dan melelahkan menuju Wamena (Jayawijaya,Papua).

Waktu menunjukan pukul 15: 10 kami berkumpul di gedung S2 Universitas Mulawarman, Samarinda. Delapan mobil Inova melaju menuju bandara, Balikpapan. Kami tiba bersamaan dengan terbenamnya matahari. Penerbangan pukul 21:30 menuju Jakarta, kami menunggu. Di Jakarta tidak waktu istirahat, kami menuju bandara Sentani, Jayapura.  

Mataku terbuka saat sorotan matahari menyilaukan dari kaca jendela pesawat. Ku lirik jam tangan. Oh Tuhan, ini belum pukul 6. Aku tersenyum menyaksikan sisi lain negeriku. 

Aku tak hentinya tersenyum, dari kejauhan ku lihat ada bangunan dan lapangan luas, kupikir itu bandara. Benar, kami mendarat tepat pukul 8 pagi. Dan lagi, inilah sisi lain negeriku. Hanya di sini aku menemukannya, situasi dan orang-orang yang dulu hanya bisa ku banyangkan. 

Perjalanan belum usai kawan. Meskipun kami harus menunggu beberapa jam. Pesawat Trigana Air, penerbangan terakhir kami menuju Wamena.

"Perjalanan berapa lama?" Tanya seorang temanku. Mungkin ia sudah terlalu bosan duduk, karena perjalanan lebih dari 9 jam ini.

"Hanya sekitar 30 menit."

Aku ikut tersenyum mendengarkan hal itu.

---Terima kasih Tuhan. Ini indah, sangat indah. Kami meninggalkan bandara Sentani. Aku menatap sungai luas di bawah sana, biru dan bangunan-bangunan di sekitarnya seperti titik putih.  Gunung-gunung hijau yang luas.  Pemukiman tak ada lagi, hanya ada hutan hijau yang membungkus gunung-gunung, sungai-sungai terlihat meliuk-liuk seperti cacing. Awan tebal di sekitar kami. 

Awan putih yang luar biasa. Serasa seperti di negeri dongeng, ini negeri awan, hehe. 

Asik menikmati pemandangan, aku tersentak karena pesawat bergerak miring, ke kanan beberapa saat ke kiri. Awan sangat tebal. Pemberitahuan, sebentar lagi akan mendarat membuat kami bersorak senang. Dari jauh terlihat pemukiman, luas. Semakin kebawah di sekitar sungai pemandangan sawah yang luas menyejukkan mata, bebatuan di sekitar gunung. 

"Welcome to Wamena," Gumam seorang teman. Kami bersorak lagi, lebih semangat.

"Yeee, Wamena."

Kami keturun dari pesawat. Wah, kami seperti berada dalam sebuah mangkuk. Kami di kelilingi oleh gunung tinggi menjulang berselimut awan putih. Sejauh mata menandang, tak kutemukan puncak gunung itu. 

--Kami di sambut oleh beberapa kakak tingkat kami (SM3T angkatan ke III).

Di bandara sederhana ini, lebih nampak lagi sisi lain Indonesiaku. Oia, di sini sudah bisa melihat orang menggunakan Koteka, di pinggir-pinggir jalan banyak yang berjualan buah jeruk, markisa, dan pernak-pernik yang cuma ada di sini.

Naik bus kecil kami menuju penginapan. Tidak terlalu jauh jika naik mobil.

Di penginapan, kami menempati beberapa kamar. Satu kamar terdiri 3 orang, khusus kamarku 4 orang. Kami memasukkan barang-barang ke kamar masing-masing, beberapa teman sibuk berpose dengan background pegunungan.

--Berderet saling berhadapan dengan bungkusan makanan di hadapan masing-masing kami makan di koridor depan kamar kami. Beruntung kami memiliki kakak-kakak tingkat yang perduli dan baik, setelah makan bersama, kami berkumpul di halaman membentuk lingkaran. Kami saling bercerita banyak hal, terutama mengenaik perjalanan dan keadaan di Wamena.

Beberapa cerita mereka membangkitkan rasa hawatir, namun semangat kami tetap sama. Bahkan saat ini masih terasa mimpi berada di ujung timur bangsa ini.

"Wah, dingin." Celetuk seorang teman saat angin bertiup kencang.

"Ini belum apa-apa de. Tunggu jam 4 nanti akan lebih dingin. Malam apa lagi. Tapi nikmati saja, nanti juga terbiasa."

Ini pelangi pertama di hari pertama di Wamena. 28 - 08- 2014
Setelah pelangi ini menghilang, setengah jam kemudian mucul 3 pelangi bersamaan.



Rabu, 10 September 2014

Pelajaran Kecil



Foto : Kamis, 04 September 2014
Halaman sekolah SD INP. ISAIMA

05/09/2014

Hari jumat. Hari ini jadwal seluruh murid belajar agama. Dulu ada suster yang mengajar mereka, jika suster tidak datang ada satu guru tertua di sekolah ini yang menggantikan. Tapi? Pagi ini sudah pukul 7 lewat dan belum ada suara-suara murid berbahasa ibu lalu tertawa di sekitar sekolah.

Aku memakai pakai rapi lalu mengintip dari jendela kamar. Mungkin hari ini mereka tidak masuk, gumamku agar tamanku merespon.

"Hari ini mereka tidak ada yg mengajar." jawabnya.

"Kenapa?" 

"Bapak Wiliem tidak masuk juga tadi pagi beliau titip kunci dengan murid dan menyuruhnya menaikkan bendera." 

Mendengar itu samangatku kendor. Terlebih kemarin kepsek sudah tidak masuk dan menurut informasi dari guru, kepsek hanya datang sampai hari kamis. Keajaiban jika datang hari ini.

Pukul 7.45 pagi, aku memakai topi dinasku serta sepatu putih favoritku sambil tersenyum, melangkah pasti menuju sekolah.

"Selamat pagi."

"Pagi ibu guru." jawab beberapa siswa itu tersipu-sipu.

Aku memasuki ruang kantor, yang menurutku sangat butuh penyusunan ulang letak-letak meja ataupun hal lain yang ada di dalam ruangan sempit itu.

"Sepertinya hanya kita berdua yang mengajar hari ini?!" Tanyaku sambil membuka gorden yang mulai sobek termakan usia.

"Iya. Mau bagaimana lagi..." Jawab kawanku kecewa dan pasrah.



***
Aku memukul bel sekolah. Temanku menggantikan karena menurutnya kurang keras. Aku meraih kunci-kunci di atas meja lalu berjalan ke pintu-pintu, membuka.

Murid-murid berbaris di depan ruang kelas enam. Aku melirik sekejap memastikan seberapa banyak mereka. Sedikit. Anak kelas 2 hanya 2 orang saja, kelas lain juga hanya separuh dari biasanya. 

"Sementara ibu Nurmi membuka seluruh kelas, ayo baris rapi. Ketua kelas enam maju." kawanku mengarahkan mereka. Aku tersenyum dari jauh. Kegiatan rutin itu sudah menjadi yang ke empat tapi masih saja kurang. Berkali-kali kata siap dan luruskan diucap masih saja belum rapi.

"Ulangi. Ibu guru sudah bilang toh? Kalau temannya memimpin dengarkan baik-baik. Yang memimpin bagaimana sikap?"

Ku dengar dari kejauhan, volume suara kawanku lebih dari biasanya.

"Pemimpin itu jadi contoh. Jadi suara harus keras toh? Harus lihat teman yang lain. Jika belum lurus jangan siapkan. Kalau masih ada yang berbicara tegur, sebut nama. Bisa toh?" Ia mulai berbicara banyak, murid-murid belum disiapkan.

"Ayo dicek temannya. Kalau ditegur berkali-kali tidak berubah. Datangi."

Langkah kaki hitam berlumpur tanpa sepatu itu menuju barisan dan mengatur satu persatu anak kelas 1 dan 2.

Aku mendekati kawanku, berjalan pelan tak bersuara apa lagi berani berpendapat.

"Iya begitu. Yang lain bisa toh atur diri sendiri?" sambungnya.



***
Barisan sudah disiapkan lalu diistirahatkan.

"Cape?" Tanyaku.

"Iyo ibu." 

"Kalau cape harus baris bagus toh biar ibu guru tidak lama suruh berdiri. Paham?"

"Paham ibu."

"Setuju?"

"Iyo. Setuju."

"Semangat!"

"SEMANGAT" jawab mereka serentak dan mengepalkan tangan kanan ke atas.

Aku memberi kode pada kawanku yang baru kembali dari ruangan kantor untuk meneruskan.



***
Aku merekam dari belakang kegiatan itu. Kawanku sepertinya lebih lembut sekarang. Ku dengar ia memberikan nasehat-nasehat penting, sesekali bernyanyi untuk menyindir mereka yang malu-malu.
"Pemberani tidak boleh menunduk... 
Pemberani tidak malu-malu. Pemberani..."

Aku keluar pagar sekolah, melihat ke arah jalan dari kota, tak ada murid yang datang. Kemudian arah lain, ku lihat 2 bapak guru yang berjalan tak jauh dari sekolah. Jauh di belakangnya banyak murid-murid berlarian agar lebih cepat sampai. Senyumku mengembang. Setidaknya mereka masih ingin bersekolah. 

"Ayo cepat. Sudah lewat jam delapan." Teriakku lalu masuk untuk menanti mereka.



***
"Eh, yang terlambat barisnya di sana." ucap temanku menunjuk sisi lapangan di depanku. Yang terlambat kembali berhambur dari barisan dan menujuku. Aku tersenyum seolah memberi isyarat bahwa aku tidak akan menghukum mereka, jadi mereka tak perlu takut.

"Baris seperti biasa yo" Beberapa detik setelah perintahku, 2 anak kelas satu langsung mengambil posisi. Yang lain sedikit lambat.

"Bagus." Ucapku menunjukan jempol pada dua murid mungil itu.

"Ayo yang lain masa kalah sama adiknya. Malu toh?"

"Frans. Boleh pimpin? Murid kelas limaku itu langsung maju. Ia melakukan tugas dengan baik.

"Tidak usah menoleh, lihat kedepan. Sikap siap toh? Lihat Frans. Bukan temannya yang berbaris di sana."

Mereka mengikuti perintah.

"Jauh rumah kan? Atau bantu mama dulu? Jadi hari ini masih terlambat?"

"Jauh ibu."

"Ibu tidak marah kalian terlambat, tapi tidak senang juga kalian terlambat. Boleh besok- besok tidak terlambat?"

"Iyo."

Jawaban mereka membuatku terdiam. Menunggu kawan yang masih menanti kesempurnaan barisan di hadapannya.

"Ibu tidak akan suruh turunkan tangan kalau masih ada suara apa lagi garuk kepala."



***
Setelah barisan digabungkan dan dalam posisi istirahat. Aku membuka dengan semangat.

"Selamat pagi..."

"Pagi ibu guuru"

"Kurang keras. Selamat pagi semua..."

"PAGI IBU GURUU."

"Bagus. Pagi-pagi harus semangat toh? Tepuk tangan dulu untuk kalian. Ibu guru tidak marah toh? Ibu guru hanya ingin kalian disiplin, perduli dengan teman. Jangan kira ibu marah ya!"

"Iyo."

"Bagus toh kalau rapi? Terus, teman sudah bagus baris tapi yang lain masih ribut dan goyang sana-goyang sini. Kasihan toh temannya? Satu salah semua kena. Besok-besok baris bagus yo." Mereka mengiyakan. 

"Ibu Wira mau tambahkan?"

"Apa kabar?" Teriak kawanku semangat.

"Luar biasa." Teriak semangat murid membalas dan mengacungkan kedua jempolnya.

Kawanku mulai berbicara ini dan itu membuat murid-murid itu lebih ceria lagi. Yel2 dan lagu serta gerakannya kami lakukan bersama-sama. 

Doa bersama sebelum kegiatan bersih-bersih dimulai. Aku mendapat tanggung jawab mengawasi, memandu siswa kelas 3 dan 4 membersihkan ruangan. Luar biasa mereka siswa yang aktif dan menyenangkan.

Seluruh sisi disapu termaksud pelapon dan dinding yang mulai banyak sarang laba-laba. Bangku disusun ulang dan foto presiden serta wakilnya dilap bersih. Burung garuda bahkan dibersihkan dengan air. Begitu juga dengan papan tulis yang menggunakann kapur, harus menggunkan kain basah.

Tidak hanya dalam ruangan, sampah-sampah di sekitar sekolah dipunguti dan dikumpulkan menjadi satu dan akan dibakar saat pulang sekolah.


***
Paling menggemaskan saat membantu siswa kelas satu membersihkan kelas. Bayangan mereka yang mengambil rumput di sekitar sekolah untuk menyapu kelas. Aku tersenyum kaget melihat itu.

"Halo."

"Ibu guru." ucapnya lalu berlari masuk kelas.

"Sudah bersih?" ucapku pura-pura bertanya karena kelas malah penuh rumput.

"Bapak guru mana?"

"Di sebelah." rupanya beliau mengawasi kelas 2 lebih dulu. Aku meminta izin mengambil alih kelas 1. 

"Tidak ada sapu?" bukannya menjawab mereka malah berlari keluar dan membuang sapu rumput mereka lalu kembali masuk.

"Ibu guru boleh ambil sapu dulu?"

"Iyo."

Kembali dengan 3 sapu di tangan. Mereka berlomba ingin menggunakan. Mereka berdiri mengelilingiku dan mendongak dengan harap diberi. Ku berikan yang ku anggap mampu, ternyata mereka bertengkar.

"Hallo." ucapku di tengah-tengah ruangan sambil tepuk tangan agar dapat perhatian.

"Yang pegang sapu menyapu. Yang lain bantu ibu angkat meja kursi. Bisa?"

Mereka langsung bergerak kecap. Aku yakin mampu mengangakat hanya berdua. Tapi ingin hal lain.

"Berhenti." mereka menatapku heran. Aku tersenyum.

"Angkatnya berempat biar lebih ringan dan harus kompak jalannya. Boleh?" mereka hanya tersenyum malu-malu. Rasanya ingin tertawa puas saat melihat kelas rapi dari biasanya.

"Ayo. Duduk dulu." Mereka mulai mengambil posisi.

"Ini kenapa duduk bertiga?" Tidak ada jawaban hanya ada cengir-cengir dan mata-mata coklat menatapku.

"Boleh pindah satu?" Mereka saling tatap.

"Masih ada toh kursi kosong. Masih ada juga teman duduk sendiri. Boleh pindah?" yang lain menjawab iya namun ketiga snak itu tidak. Bagusnya meski tak menjawab, satu orang berdiri dan pindah ke sebelah.

"Nah. Pintar. Ayo tepuk tangan untuk temannya."

"Ada yang masih ingat lagu kemarin?" Semua bungkam.

Aku menaikkan 3 jariku kedepan.

"3" sebut mereka serentak. Ku lanjutkan untuk mempermainkan jari-jari menguji kemampuan menghitung mereka. Luar bisa menghitung sampai 10. Semua benar meskipun ku acak angkanya. Selanjutnya aku ingin mereka bernyanyi. 

"Satu satu saya sayang Mama... Dst" Aku mulai bernyanyi diikuti mereka. Yang membuat gemas lagi mereka mengikuti gerakkan yang ku ajarkan.

"Sekali lagi. Setelah itu foto bersama dan kita kumpul di lapangan sama kakak-kakak yang lain."

Suara mereka makin keras dan saat berfoto mereka senyum manis. Bulu mata lentik itu menggodaku. Aku suka sekali. Hahaha.


***
Mereka semua duduk melingkar, sesekali berdiri. Kami melakukan beberapa permainan. Menyanyikan beberapa lagu agar lebih semangat. Dan sebelum pulang aku bergantian dengan teman. 

Kawanku memandu mereka menyanyikan lagu-lagu keagamaan mereka. Aku menjauh sedikit, ku lihat bapak Wiliem duduk di kursi depan kantor ikut bertepuk-tepuk tangan sama dengan murid-murid. Aku tersenyum menyaksikan itu.

Sebelum pulang mereka berdoa. Aku masih berdiri 5 meter dari mereka berdoa dengan caraku sendiri.

"Amiin." semua Siswa berdiri. Kawanku mengarahkannya keluar pagar dengan berbaris rapi.

-------
Pelajaran kecil yang begitu berarti. Kami ingin mereka menjadi generasi penerus bangsa yang kuat, gigih, disiplin, serta berwawasan luas tanpa merasa berbeda.

Pelajaran kecil untuk perubahan besar. 

".... Tunggulah wahai negeriku. Baktiku padaku." Begitu lirik lagu yang sering kami nyanyikan dan siap membagun tembok janji dalam hati kami. Pendidik generasi bangsa, duta pendidikan nasional.


---
FB Nurmie

Sabtu, 06 September 2014

TANAH PAPUA. ”Daerah sasaran SM3T UNMUL angkatan IV/2014”

    Berbekal tekat yang kuat, semangat mengabdi yang tinggi, dan nuansa perjuangan di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal), peserta SM3T Unmul siap berangkat menuju tanah Papua, tepatnya di kabupaten Sorong (Papua Barat) dan kabupaten Jayawijaya (Papua).

     Upacara pelepasan langsung dilakukan oleh Rektor Universitas Mulawarman Prof. Dr Zamruddin Hasid, SE, SU pada tanggal 26 Agustus 2014, setelah selama 13 hari menjalani masa pra-kondisi. Upacara pelepasann dihadiri oleh seluruh peserta SM3T, instruktur pra-kondisi, dan pihak Dinas Pendidikan Wamena. Upacara berlangsung dengan lancar. Pada sambutannya pada penutupan pra-kondisi peserta SM3T, bapak Rektor berpesan agar selueuh peserta SM3T Unmul selalu berpegang teguh pada prinsip "Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung."

Pelepasan Ooleh Rektor UNMUL (26 Agustus 2014)
    Sejuta harapan dan impian diletakkan di pundak para pendidik SM3T dalam menjalankan tugas pengabdian di daerah 3T. Sebagaimana telah diputuskan dalam rapat koordinasi di Jakarta tanggal 12 Agustus 2014, ditetapkan bahwa Papua menjadi daerah sasaran utama SM3T secara nasional. Hal ini disebabkan Papua memiliki paling banyak daerah 3T. Pada tahun 2014 ini, kuota untuk Papua sebanyak 100 peserta, namun yang lolos pada saat seleksi akhir hanya 860 peserta. Universitas Mulawarman salah satu LPTK yang ikut ambil bagian dalam penempatan Papua.

  Kesempatan ikut berpartisipasi  dalam tugas memajukan pendidikan di tanah Papua, memancarkan kegembiraan pada wajah setiap peserta yang akan menunaikan tugas berat namun mulia ini sebagai guru di daerah 3T.  Hal ini memberikan indikasi bahwa peserta SM3T adalah sarjana pilihan yang tersaring lewat seleksi ketat secara nasional melalui tes on-line yang di ikuti 17 Perguruan Tinggi Negeri pengelolah. Peserta yang berhasil melewati semua tahap dari seleksi administrasi hingga pra-kondisi sebanyak  54 orang yang terdiri dari berbagai prigram studi.

Perjalanan menuju Papua terbagi menjadi dua kelompok.
  1. Kelompok Sorong, sebanyak 24 peserta. Kelompok ini dipimpin langsung oleh ketua PPG-SM3T Unmul, Pfof. Dr. A. Hardoko, M. Pd dan seorang staff (Hermansyah).  Dengan route perjalanan, Balikpapan - Makasar - Sorong.
  2. Kelompok Wamena (Jayawijaya) sebanyak 30 peserta. Dipimpin oleh sekretaris PPG-SM3T Unmul, Dr. Zeni Haryanto, M. Si dan seorang staff (Yudha). Dengan route perjalanan, Balikpapan - Jakarta - Jayapura - Wamena.
Meskipun melelahkan, masing-masing rombongan tiba di kabupaten masing-masing pada tanggal 28 Agustus 2014. Penyambutan dilakukan oleh Diknas Pendidikan Kabupaten Sorong dan Pemerintah Daerah Jayawijaya. Sambutan Diknas dan Pemda setempat yang penuh antusias menambah semangat para peserta untuk segera menjalankan tugasnya membangun Papua dalam ranah pendidikan.
       Penempatan ke sekolah sasaran sesuai plotting oleh Diknas Pendidikan dan Pemda Jayawijaya sudah disiapkan sesuai kebutuhan daerah masing-masing. Setiap peserta sudah memperoleh tempat dan langsung dipertemukan dengan kepala sekolahnya yang segera mengantar ke sekolah tempat mengabdi. Hampir keseluruhan sekolah sasaran SM3T berada pada posisi yang sulit, baik sarana jalan, transportasi, komunikasi dan ekonomi biaya tinggi. Kondisi siswa yang jumlahnya sedikit, fasilitas sekolah yang minim,  dan SDM guru yang amat terbatas (baik kuantitas, maupun kualitas) memberikan sisi perjuangan yang tidak mudah bagi setiap peserta SM3T. Uji nyalipun harus dijalani dibarengi dengan kemantaban, ketangguhan mental yang tinggi dengan segala pengorbanan demi merajut masa depan anak bangsa yang terpinggirkan di tanah Papua.
       Dengan semangat “Ora et labora” ( berdoa dan berkarya) menjadi senjata utama dalam menjalankan tugas mereka. Suka dan duka akan dihadapi semua peserta, bahkan mungkin lebih banyak duka daripada sukanya. Dukungan semua pihak, baik moril maupun materiil menunggu peserta SM3T dalam berkarya. Di atas semuanya, semangat daya juang yang tinggi, pantang menyerah dan tidak mengenal putus asa, gigih serta berani menghadapi resiko adalah bekal utama dalam menjalankan tugas mereka.
       “Viva SM3T,  maju terus pantang mundur”. Jadilah pelopor dan penggerak kemajuan pembangunan  dalam dunia pendidikan demi merajut masa depan bangsa Indonesia dan kesatuan NKRI. Padamu negeri, kami berbakti. Padamu Negeri kami mengabdi. Bagimu seluruh jiwa raga kami.

Sumber :